Translate

Rabu, 15 Maret 2017

CIRI VAGINA SEMPIT



Vagina sempit memberikan sensasi sex yg luar biasa bagi Mr.P Anda saat melakukan penetrasi, serasa ada jepitan kuat dari dinding vagina yang meremas-remas Mr.P Anda.

Otot vagina sempit tak ada hubungan dengan ukuran tubuh wanita, baik yang gemuk, kurus, tinggi maupun pendek.

Anda penasaran, bagaimanakah ciri-ciri wanita bervagina sempit tersebut? Inilah beberapa ciri wanita itu

- Rambut nampak tipis, biasanya mudah disisir dan ditata, rambut tipis bukan berarti tidak lebat yang dimaksud di sini ukuran helai rambutnya yang lebih halus.
- Bibir kecil dan tipis alias imut, tidak melebar dan tidak tebal.
- Alis mata susunannya tipis dan rapi, seperti garis jelas dan beraturan.
- Ukuran telinga kecil dan tipis seakan-akan terlihat transparan.
- Bokong membulat dan padat, jika dipandang lekuk tubuhnya menyerupai gitar Spanyol.
- Bentuk payudaranya seperti mangkuk atau jika dilihat dari depan seperti dua lingkaran membulat, tidak menggantung seperti payudara wanita yang berbentuk jantung pisang, atau pepaya.
- Mudah terkejut dan sensitif atau mudah merasa geli.
- Gigi rapi dan kuat, seperti barisan biji mentimun.
- Sangat feminin, biasanya mudah menangis.
- Ukuran jarinya meruncing dan indah.
- Jika dia berkulit putih, urat halus kehijaun membayang dikulitnya.
- Agak sedikit pemalu jika digoda, tapi tergantung cara dan teknik Anda sebagai pria untuk menggoda, bahkan kalau Anda sudah mendapatkannya dia bahkan sangat manja dan penuh perhatian.
- Nah yang ini paling penting untuk diingat! dalam memilih warna pakaian, wanita jenis ini suka warna putih dan hijau pucuk.

Demikianlah ciri-ciri wanita dengan otot vagina sempit alami, biasanya wanita tipe ini kesulitan waktu melahirkan.

Cara alternatifnya yang ditempuh bisa dengan operasi caesar. Seandainya sudah melahirkan alami pun umumnya vagina wanita tipe ini akan kembali mengencang tanpa minum jamu-jamuan untuk otot vagina.

Penjelasan ilmiahnya dikarenakan kepadatan otot didinding vagina yg jauh melebihi dinding vagina wanita lainnya.

Analogisnya adalah orang yg mukanya cabi dan tirus,ini bukan faktor olah raga tapi memang selalu ada tanda-tanda lahiriah. (*/js)

Sabtu, 18 Juli 2015

ARTI SEX BAGI LELAKI



Meski usia kian bertambah, kaum lelaki tetap memberikan prioritas tinggi terhadap kesenangan seksual dan bercinta. Tapi, semakin dewasa, kebutuhan seksual mereka pun ikut berubah dan lelaki mulai menghargai sejumlah hal lain tentang seks.

Lantas, bagaimana definisi seks hebat menurut lelaki? Tammy Nelson, Ph.D., seorang psikoterapis yang sering mengadakan pelatihan, workshop, dan sesi untuk pasangan, mengungkapkan sejumlah rahasia mengejutkan berikut ini seperti dikutip Mionline dari situs thirdage.com:

Memuaskan pasangan

Kebutuhan seksual pertama bagi lelaki adalah untuk memuaskan pasangan mereka. Bayangan membuat pasangannya orgasme dan meledak dalam puncak kenikmatan, mampu membuat lelaki merasa berkuasa dan terangsang.

Sejumlah studi menunjukkan, lelaki bahkan rela mengorbankan orgasmenya sendiri demi pasangannya. Dengan menunjukkan pada pasangan teknik untuk memuaskan, Anda telah memberinya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan utamanya di ranjang.

Menikmati seks

Kedua, lelaki benar-benar ingin melihat bahwa pasangannya bersungguh-sungguh menikmati seks. Memperdengarkan desahan, erangan, atau bisikan lembut bisa membuatnya tahu bahwa Anda menikmati aksinya, dan bahwa dia berada di jalur yang tepat untuk memuaskan Anda.

Lelaki suka ketika pasangannya menyerah dalam kenikmatan berhubungan intim. Mereka mendambakan seseorang yang mampu merasakan dan menikmati sensasi bercinta.

Didambakan

Lelaki juga ingin merasa didambakan oleh pasangannya, untuk merasa diinginkan meski pun ia tidak selalu bisa menjadi seperti apa yang Anda inginkan. Lelaki perlu sesuatu untuk mengangkat egonya, yang mungkin runtuh selama pekan kerja.

Mengetahui bahwa Anda masih menginginkan dirinya, mampu menyembuhkan ego lelaki dan membuat kehidupan seksual Anda bagaikan surga baginya.

Petualangan

Mencoba hal-hal baru dan sedikit petualangan adalah definisi lain tentang seks fantastis di mata lelaki. Pada satu titik, hubungan jangka panjang bisa terasa terlalu familiar dan membosankan.

Untuk menjaga gairah seksual di dalam pernikahan, tambahkan bumbu-bumbu baru yang segar kala bercinta. Menyaksikan Anda berganti pakaian atau strip tease, bisa memberikan percikan spontanitas yang dibutuhkan untuk menghangatkan kamar tidur Anda.

Afeksi dan sensualitas

Bukan hanya perempuan, kaum lelaki pun menyukai sentuhan cahaya lilin, musik lembut, seprai sutra, atau pijatan sensual untuk menciptakan pengalaman erotis. Libatkan semua panca indra saat bercinta, mulai dari penciuman, peraba, pengecap, sampai penglihatan dan pendengaran. (*/cok)

Rabu, 03 Juni 2015

Dilarang Hidup Membujang

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Wahai ‘Abdullah, benarkah apa yang aku dengar bahwa engkau selalu berpuasa di siang hari dan mengerjakan shalat malam?" Aku menjawab: "Benar, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Jangan engkau lakukan! Berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah, karena tubuh mempunyai hak atasmu, kedua matamu mempunyai hak atasmu, isterimu mempunyai hak atasmu, dan tamumu mempunyai hak atasmu. Cukuplah engkau berpuasa tiga hari dalam sebulan, karena engkau akan mendapatkan pada setiap kebajikan sepuluh kali lipatnya. Jadi, itu seperti puasa sepanjang masa." Ketika aku bersikeras, maka aku sendiri yang akhirnya kesulitan. Aku mengatakan: "Wahai Rasulullah, aku masih memiliki kesanggupan." Beliau bersabda: "Kalau begitu berpuasalah dengan puasa Dawud Alaihissallam dan jangan menambahnya." Aku bertanya: "Bagaimana puasa Nabi Allah Dawud Alaihissallam?" Beliau menjawab: "Separuh masa." ‘Abdullah berkata setelah tua: "Duhai sekiranya aku menerima keringanan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam."

MENIKAHLAH JIKA SUDAH MAMPU

Nikah dapat mengembalikan kekuatan dan kepemudaan badan. Karena ketika jiwa merasa tenteram, tubuh menjadi giat. Inilah seorang Sahabat yang menjelaskan hal itu kepada kita, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Alqamah Radhiyallahu anhu, ia menuturkan: “Aku bersama ‘Abdullah (bin Mas’ud), lalu ‘Utsman bertemu dengannya di Mina, maka ia mengatakan: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, sesungguhnya aku mempunyai hajat kepadamu.’ Kemudian keduanya bercakap-cakap (jauh dari ‘Alqamah). ‘Utsman bertanya kepadanya: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, maukah aku nikahkan engkau dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu pada apa yang dahulu pernah engkau alami?’ Ketika ‘Abdullah merasa dirinya tidak membutuhkannya, maka dia mengisyaratkan kepadaku seraya mengatakan: ‘Wahai ‘Alqamah!’ Ketika aku menolaknya, dia mengatakan: ‘Jika memang engkau mengatakan demikian, maka sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami: ‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah; karena puasa dapat mengendalikan syahwatnya.’”

HUKUM NIKAH MUT"AH


Pengertian Nikah Mut’ah

Mut’ah berasal dari kata tamattu’ yang berarti senang-senang atau menikmati. Adapun secara istilah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya sebelum meninggal dan berakhirnya masa nikah mut’ah itu.
Bentuk pernikahan ini, seseorang datang kepada seorang wanita tanpa harus ada wali atau saksi. Kemudian mereka membuat kesepakatan mahar (upah) dan batas waktu tertentu. Misalnya tiga hari atau lebih, atau kurang. Biasanya tidak lebih dari empat puluh lima hari; dengan ketentuan tidak ada mahar kecuali yang telah disepakati, tidak ada nafkah, tidak saling mewariskan dan tidak ada iddah kecuali istibra` (yaitu satu kali haidh bagi wanita monopouse, dua kali haidh bagi wanita biasa, dan empat bulan sepuluh hari bagi yang suaminya meninggal), dan tidak ada nasab kecuali jika disyaratkan.
Al-Qurtubi menukil pendapat seorang ahli tafsir, Ibnu ‘Athiyah Al-Andalusi, bahwa Nikah Mut’ah adalah “Seorang lelaki menikahi wanita dengan dua orang saksi dan izin wali hingga waktu tertentu, tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya. Si lelaki memberinya uang menurut kesepakatan keduanya. Apabila masanya telah berakhir, maka si lelaki tak mempunyai hak lagi atas si wanita, dan si wanita harus ber-istibra’/membersihkan rahimnya. Apabila tidak hamil, maka ia dihalalkan menikah lagi dengan lelaki lainnya.” Al-Qurtubhi mencela pendapat yang tidak mempersyaratkan adanya persaksian. Kata A-Qurthubi, “Hal itu adalah perzinaan. Sama sekali tidak dibolehkan dalam Islam.”
Nikah mut’ah awalnya dimulai dari medan perang. Kala itu, mayoritas tentara Islam adalah dari golongan pemuda, yakni pria lajang yang tak sempat mengikat dirinya dengan ikatan benang kasih di bawah atap pernikahan. Sebagai manusia biasa, bersama gelora darah jihadnya di padang pasir untuk menancapkan syiar Islam, gelora birahi mereka sebagai gejala fitrah insani juga ikut menggejolak, menuntut untuk segera dipenuhi. Mereka menncoba memasung goncatan syahwat itu dengan melakukan kontak senjata dengan tentara musuh, maka puasa bukanlah solusi efektif untuk meredam hasrat jiwa yang menyiksa, karena fisik mereka menjadi lemah. Kondisi inilah yang kemudian mengantar ide disyariatkannya nikah mut’ah atau masyhur disebut “kawin kontrak”. Fakta sejarah ini dibuktikan dengan beredarnya banyak hadits yang melegalkan nikah mut’ah untuk prajurit yang sedang berperang.
Dari kilas balik sejarah ini, jelas terbaca bahwa disyariatkannya nikah mut’ah hanya pada saat terjadi perang,, yakni di saat para sahabat berpisah dengan keluarga tercinta untuk menunaikan tugas suci, jihad. Seperti pada waktu terjadinya perang Khaibar, Umrah Qadha, Fathu Makkah, perang Authas, perang pasca-Fathu Makkah, perang Tabuk, dan pada saat Nabi melakukan haji wada’. Di sanalah mereka diberi keringanan oleh baginda nabi untuk nikah dengan penduduk di tempat mereka mempertaruhkan nyawa untuk membela agama. Setelah selesai perang, putuslah tali pernikahan itu karena kontraknya telah habis.
Lalu, bolehkah kita mempraktikkannya saat ini? Terjadi silang pendapat antara golongan Sunni dan Syi’ah menyoal keabsahan praktik nikah mut’ah untuk masa sekarang. Imam Nawawi sebagai duta dari golongan Sunni menuturkan siklus haram-halalnya nikah mut’ah. Pada masa pra perang Khaibar dan pada tahun yang sama nikah mut’ah diharamkan kembali. Sebaliknya, pada Fathu Makkah (perang Authas) nikah mut’ah sempat dilegalkan dan diabsahkan, tetapi setelah itu untuk selamanya tidak ada lagi pintu masuk untuk melakukan akad nikah seperti itu. Pendek kata, menurut mazhab Sunni, nikah mut’ah hukumnya haram. Pendapat ini dilandaskan pada hadits Nabi:
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الرَّبِيْعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صل الله عليه وسلم بِالْمُتْعَةِ عَامَ الْفَتْحِ حِيْنَ دَخَلَنَا مَكَّةَ ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ مِنْهَا حَتَّى نَهَانَا عَنْهَا
“Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Adam telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’ad dari Abdul Malik bin Ar-Rabi’ bin Sabrah Al Juhani dari Ayahya dari Kakeknya dia berkata: Rasulullah SAW pernah memerintahkan nikah mut’ah pada saat penaklukan kota Makkah dan Kami tidak keluar (dari Makkah) melainkan beliau telah melarangnya.” (HR. Imam Muslim).
Sementara mazhab Syi’ah dengan tegas tetap mengizinkan dan membolehkan dilaksanakannya nikah mut’ah di era modern ini. Walaupun andalan argumen mereka tetap merujuk pada pendapatnya Ibnu Abbas. Golongan Syi’ah membantah pendapat yang mengatakan bahwa nikah mut’ah hanya berlaku pada saat terjepit dengan menganalogikannya pada kasus memakan bangkai dan darah. Nampaknya penyamaan itu kurang relevan. Kelompok yang dalam sejarah dikenal sebagai kelompok ahlul bait ini memasang beberapa syarat untuk meresmikan nikah mut’ah sehingga mendapat justifikasi agama. Untuk perempuan yang akan dinikah tidak disyaratkan Muslimah, boleh dari perempuan kitabiyah (Nasrani atau Yahudi). Syarat selanjutnya, harus ada perjanjian hitam di atas putih tentang mahar (maskawin) dan batas waktu kontrak. Sementara untuk soal wali dan saksi kelompok ini tidak mewajibkannya.
Pendapat mazhab Syi’ah ini tampaknya memiliki kelemahan metodologi Istidlal karena Ibnu Abbas sendiri yang menjadi pijakan pendapat mereka telah menarik kembali komentarnya yang membolehkan nikah mut’ah.
Allah SWT telah berfirman:
"Dan (diantara sifat orang mukmin itu) mereka memelihara kemaluannya kecuali
terhadap isteri atau jariah mereka: maka sesungguhnya mereka (dalam hal ini) tiada tercela"(QS. Al-mukminun: 5-6).
Ayat ini jelas mengutarakan bahwa hubungan kelamin hanya dibolehkan kepada wanita yang berfungsi sebagai isteri atau jariah. Sedangkan wanita yang diambil dengan jalan mut`ah tidak berfungsi sebagai isteri atau sebagai jariah.
Semua ulama dan fukaha sepakat mengharamkan nikah mut’ah, berdasarkan hadits-hadits shahih yang secara tegas mengharamkan nikah mut’ah. Nabi SAW telah menjelaskan, bahwa keharaman nikah mut’ah itu untuk selama-lamanya sampai hari kiamat. Sebagaimana dalam hadits riwayat Saburah bin Ma’bad Al-Juhani:
وحَدَّثَنِي سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ عَنْ ابْنِ أَبِي عَبْلَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْمُتْعَةِ وَقَالَ أَلَا إِنَّهَا حَرَامٌ مِنْ يَوْمِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَانَ أَعْطَى شَيْئًا فَلَا يَأْخُذْهُ
“Dan telah menceritakan kepadaku Salamah bin Syabib telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin A'yan telah menceritakan kepada kami Ma'qil dari Ibnu Abi Ablah dari Umar bin Abdul Aziz dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ar Rabi' bin Sabrah Al Juhani dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang melakukan nikah mut'ah seraya bersabda: "Ketahuilah, bahwa (nikah mut'ah) adalah haram mulai hari ini sampai hari Kiamat, siapa yang telah memberi sesuatu kepada perempuan yang dinikahinya secara mut'ah, janganlah mengambilnya kembali.” (HR. Imam Muslim).
Ulama Ahlussunnah wal Jamaah menjelaskan: Nikah mut’ah pada permulaan Islam memang dibolehkan, kemudian dinasakh. Oleh sebab itu, nikah mut’ah dilarang dan hukumnya haram sampai kini dan seterusnya.
Tentang pendapat Syi’ah yang memperbolehkan nikah mut’ah itu tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan nash-nash al-Qur’an, al-Hadits dan ijma’ ulama Islam dan imam ahli ijtihad.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ الْحَسَنِ وَعَبْدِ اللَّهِ ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِمَا عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair serta Zuhair bin Harb semuanya dari Ibnu 'Uyainah. Zuhair mengatakan; Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Az Zuhri dari Al Hasan dan Abdullah bin Muhammad bin Ali dari ayahnya dari Ali bahwa pada saat perang Khaibar, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang melakukan nikah mut'ah dan melarang memakan daging keledai jinak.” (HR. Imam Muslim).
Hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ali ra .dari Rasulullah SAW. Bagaimanakah orang-orang Syi’ah menghalalkan nikah mut’ah? Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari mengutip dari Imam al-Khatthabi,, ia berkata: Pengharaman nikah mut’ah itu seperti menjadi ijma’, kecuali menurut sebagian orang nikah mut’ah itu seperti menjadi ijma’, kecuali menurut sebagian orang Syi’ah. Padahal menurut Padahal menurut riwayat yang shahih dari Imam Ali, bahwa nikah mut’ah telah dinasakh. Dengan demikian, maka klaim golongan Syi’ah tentang kehalalan nikah mut’ah adalah batil.

Senin, 01 Juni 2015

Hukum Berpacaran Menurut Islam

 

Assalamu'alaikum Wr. Wb
      Memang larangan mengenai pacaran di dalam Islam tidak dibahas secara gamblang. Mungkin itulah salah satu faktor yang mengakibatkan kebanyakan orang awam tidak dapat menerima atas hukum pelarangan pacaran ini.
      Namun, dalam dunia dakwah islam, larangan pacaran adalah hal yang sudah sangat dimengerti, maka aneh sekali manakala ada seseorang yang mengaku sebagai aktivis dakwah islam, namun ia tetap melakukan pacaran.
      Meskipun tidak dijelaskan secara gamblang, namun banyak sekali dalil yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pelarangan aktifitas pacaran tersebut.
Telah sama-sama kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang mengharamkan perbuatan zina, termasuk juga perbuatan yang MENDEKATI ZINA.

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sesuatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra, 17 : 32)

      Apa saja perbuatan yang tergolong MENDEKATI ZINA itu?
Diantaranya adalah: saling memandang, merajuk atau manja, bersentuhan (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dll), berdua-duaan, dll.
Karena unsur-unsur ini dilarang dalam agama Islam, maka tentu saja hal-hal yang di dalamnya terdapat unsur tersebut adalah dilarang. Termasuk aktifitas yang namanya
"PACARAN"
      Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a. dikatakan: "Tidak ada yang ku perhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa kecil dari pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Allah telah menentukan bagi anak Adam bagiannya dari zina yang pasti dia
lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya." (HR. Al-Bukhari dan Imam
Muslim)
      Dalil di atas kemudian juga diperkuat lagi oleh beberapa hadits dan ayat Al-Qur'an berikut:
"Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya."
(HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)

"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah seorang laki-laki sendirian dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan." (HR. Imam Ahmad)

"Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (Hadist Hasan, Thabrani dalam Mu'jam Kabir 20/174/386)

"Demi Allah, tangan Rasulallah SAW tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) sama sekali meskipun dalam keadaan memba'iat. Beliau tidak memba'iat mereka kecuali dengan mangatakan: "Saya ba'iat kalian." (HR. Al-Bukhari)

"Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita." (HR. Malik, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)

Telah berkata Aisyah
r.a. "Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya membai'atnya (mengambil janji) dengan perkataaan."
(HR. Al-Bukhari dan Ibnu
Majah).

"Wahai Ali, janganlah engkau meneruskan pandangan haram (yang tidak sengaja) dengan pandangan yang lain.
Karena pandangan yang pertama mubah untukmu.
Namun yang kedua adalah haram." (HR. Abu Dawud, Ath-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani)

"Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan (menundukan) pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat." (HR. Imam Ahmad)

Dari Jarir bin Abdullah
r.a. dikatakan: "Aku bertanya kepada Rasulallah SAW tentang memandang (lawan-jenis) yang (membangkitkan syahwat) tanpa disengaja. Lalu beliau memerintahkan aku mengalihkan (menundukan) pandanganku." (HR. Imam Muslim)

"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidak-lah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (merendahkan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik." (QS. Al-Ahzab, 33 : 32)


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Selasa, 19 Mei 2015

BERKAH DO"A SEBELUM HUBUNGAN SUAMI ISTERI

Berkah dari Berdo’a Sebelum Hubungan Intim
Pertama: Mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini sudah merupakan berkah tersendiri. Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
”Aku tidaklah biarkan satu pun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang” (HR. Bukhari no. 3093 dan Muslim no. 1759).
Kedua: Setan tidak akan turut serta dalam hubungan intim tersebut karena di dalam do’a ini diawali dengan penyebutan “bismillah”. Demikian pendapat sebagian ulama. Mujahid rahimahullah berkata,
أَنَّ الَّذِي يُجَامِع وَلَا يُسَمِّي يَلْتَفّ الشَّيْطَان عَلَى إِحْلِيله فَيُجَامِع مَعَهُ
“Siapa yang berhubungan intim dengan istrinya lantas tidak mengawalinya dengan ‘bismillah’, maka setan akan menoleh pada pasangannya lalu akan turut dalam berhubungan intim dengannya” (Fathul Bari, 9: 229). Ya Allah, lindungilah kami dari gangguan setan kala itu.
Ketiga: Kebaikan do’a ini pun akan berpengaruh pada keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim tersebut. Buktinya adalah riwayat mursal namun hasan dari ‘Abdur Razaq di mana disebutkan,
إِذَا أَتَى الرَّجُل أَهْله فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّه اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقَتْنَا وَلَا تَجْعَل لِلشَّيْطَانِ نَصِيبًا فِيمَا رَزَقْتنَا ، فَكَانَ يُرْجَى إِنْ حَمَلْت أَنْ يَكُون وَلَدًا صَالِحًا
“Jika seseorang mendatangi istrinya (berhubungan intim), maka ucapkanlah ‘Ya Allah, berkahilah kami dan keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim ini, janganlah jadikan setan menjadi bagian pada keturunan kami’. Dari do’a ini, jika istrinya hamil, maka anak yang dilahirkan diharapkan adalah anak yang sholeh” (Fathul Bari, 9: 229).
Keempat: Keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim ini akan selamat dari berbagai gangguan setan. Jika dipahami dari tekstual hadits, yang dimaksud dengan anak tersebut akan selamat dari berbagai bahaya adalah umum, yaitu mencakup bahaya dunia maupun agama. Namun Al Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa para ulama tidak memahami seperti itu. (Minhatul ‘Allam, 7: 348).
Ibnu Daqiq Al ‘Ied berkata, “Bisa dipahami dari do’a ini bahwa setan juga tidak akan membahayakan agama anak dari hasil hubungan intim tersebut. Namun bukan berarti anak tersebut ma’shum, artinya selamat dari dosa” (Fathul Bari, 9: 229).
Syaikh Ibnu Baz memahami bahwa yang dimaksud dalam hadits bahwa anak tersebut akan tetap berada di atas fithroh yaitu Islam. Setan bisa saja menggoda anak tersebut, namun segera ia akan kembali ke jalan yang lurus. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. Al A’rof: 201) (Lihat Minhatul ‘Allam, 7: 349).
Kelima: Keberkahan do’a ini berlaku bagi wanita yang akan hamil dengan hubungan intim tersebut atau yang tidak hamil karena lafazhnya umum. Inilah pendapat Al Qodhi ‘Iyadh (Fathul Bari, 9: 229).